Header Ads

 


Kejari Tetapkan TJM Mantan PLT Kadis LH Manado Sebagai Tersangka

 


Manado ESC - Kejari Manado terus menunjukan perang terhadap korupsi di lingkungan pemerintah, seperti pada kasus dugaan korupsi pengadaan incinerator yang diduga merugikan negara Rp9,69 miliar, korps baju coklat di bilangan Sario, menetapkan mantan Plt Kadis LH serta dua pengusaha sebagai tersangka. 

Demikian pernyataan resmi Kajari Manado, Wagiyo,SH, MH, melalui Kasi Pidsus, Evan Sinulingga, SH, MH,Selasa siang. 

"Ketiga tersangka dijerat dengan pasal berlapis tentang tindak pidana korupsi, yakni pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No. 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP," tegas Sinulingga didampingi Kasi Intel, Arthur Piri, SH, MH, di Manado. 

Dia lalu menjelaskan, kronologi dugaan tipikor tersebut yang dimulai pada 2019, saat dinas lingkungan hidup Manado, mengadakan mesin penghancur sampah medis dan umum, pada yang dananya berasal dari APBD Perubahan Manado 2019. 

Untuk satu unit incinerator medis, DLH menganggarkan dana sebesar Rp 1,2 miliar dan 4 unit yang umum, sebesar Rp11,2 miliar, sehingga total Rp12,4 miliar.

Dalam perkembangannya, paket kegiatan tersebut, melanggar ketentuan Perpres 16 Tahun 2018, sebab kepala dinas menunjuk langsung penyedia atau pelaksana barang dan jasa, yang sudah pernah ikut tender dan sudah pernah dinyatakan gagal pada tahap evaluasi teknis dan kontrak juga tak sesuai.

Menurutnya, kontrak harusnya berupaya surat perjanjian, namun kenyataan menggunakan surat perintah kerja, dan penunjukan penyedia yang tidak memiliki mesin incenerator ramah lingkungan yang dibuktikan dengan teregister pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Bahkan incinerator yang diadakan belum pernah diuji emisi, dan tidak terdapat bukti yang menyatakan incinerator umum dan medis telah diuji emisi dan belum mempunyai izin pengoperasian.  

Bahkan katanya,  tidak terdapat bukti yang menyatakan incenerator umum dan incenerator medis telah mempunyai izin pengoperasian serta incenerator sudah tidak dapat dioperasionalkan karena mengalami kerusakan sehingga menjadi terlantar dan tidak memberikan manfaat dan menyebabkan daerah merugi miliaran rupiah. 

"Dalam audit penghitungan kerugian keuangan negara atas dugaan tindak pidana korupsi tersebut, pada 2019 sebesar Rp9.698.080.000 atau Rp9,69 miliar, jadi kami menetapkan yang tersangkut sebagai tersangka," katanya. 

Penetapan T.J.M sebagai tersangka dituangkan dalam surat penetapan nomor 501/P.1.10/Fd.2/02/2025, A.A pada nomor 502/P.1.10/Fd.2/02/2025, kepada F.R.S nomor 503 /P.1.10/Fd.2/02/2025 semuanya tertanggal 17 Februari 2025.(Dims)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.