Header Ads

Awas, Pemberi dan Penerima Politik Uang Terancam Dipidana

 



Money politik atau politik uang kerap terjadi di setiap momen pesta demokrasi.

Hal ini merupakan salah satu kecurangan yang dilakukan untuk bisa memenangkan pemilihan.


Politik uang dikhawatirkan masih marak terjadi saat gelaran pemilu. Apalagi tindakan curang seperti ini masih dianggap jalan pintas untuk meraih kemenangan.


Guna mempersempit ruang bahkan mengeliminir praktek-praktek kotor ini, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di berbagai kesempatan terus mengingatkan semua pihak untuk melawan politik uang.


Tak terkecuali di Kabupaten Minahasa Utara (Minut), Provinsi Sulawesi Utara (Sulut).


Ketua Bawaslu Minut, Rocky M. Ambar, SH, LLM, MK.n, menegaskan pemberi dan penerima politik uang selama Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 sama-sama terancam pidana.


“Hati-hati, perbuatan pidana tidak hanya berlaku kepada pemberi, tapi penerima uang (money politic) juga akan kena pasal pidana,” tegas Rocky Ambar


Sesuai Pasal 73 ayat 4, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 menyebutkan bahwa selain calon atau pasangan calon, anggota partai politik, tim kampanye, dan relawan, atau pihak lain juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung.


“Ketika ada perbuatan mempengaruhi pemilih untuk tidak menggunakan hak pilih, atau menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga mengakibatkan suara tidak sah, hingga mempengaruhi untuk memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu, semua itu merupakan bagian dari pelanggaran yang sangat berpotensi bermuara pada pelanggaran pidana,” terangnya.


Rocky juga menegaskan perihal sanksi yang bakal diterima pihak-pihak yang terlibat di politik uang sebagaimana diatur dalam Pasal 187A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.


“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat 4, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan,” tegasnya.


“Tidak hanya itu, ada juga denda paling sedikit dua ratus juta rupiah,” tambah jebolan magister hukum Universitas Brawijaya ini.


Atas dasar itu, ia mengingatkan semua pihak untuk menahan diri dengan tidak bermain-main dengan praktek politik uang.


“Saya kira sudah ada beberapa contoh di mana politik uang dapat menyeret pihak-pihak yang terlibat ke rana pidana, oleh karena itu mari kita tinggalkan praktek yang dapat mencoreng tatanan demokrasi itu,” tutupnya. 



Wulan

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.