Header Ads

10 Tahun Aktivis Perempuan Walhi Mencari Keadilan

 


Manado, ESC - Sepuluh tahun berjuang seorang diri, akhirnya AP, aktivis perempuan Walhi Sulut,  minta bantuan penasihat hukum, Febro Takaendengan, SH, untuk memperjuangkan keadilan bagi dirinya, atas kasus pemerkosaan, yang diduga pelakunya adalah aktivis HAM dan lingkungan Walhi berinisial ER. 

AP yang menggelar konferensi pers, di sebuah rumah kopi, di kawasan bisnis megamas, mengatakan, bagaimana asal muasal peristiwa 10 tahun lalu itu, bisa menimpa dirinya, yang meninggalkan trauma mendalam sampai hari ini. 


Kepada para jurnalis dia menuturkan, peristiwa itu, bermula, saat rapat KDLH WALHI Februari 2014, yang mengundang semua elemen organisasi dari tingkat daerah sampai nasional, ketika dirinya menjabat sebagai Direktur ED WALHI dimana usai pertemuan diajak diajak ER refreshing ke salah satu tempat hiburan di Manado. 

AP menuturkan, sampai di tempat tujuan mereka bertemu dengan beberapa teman lainnya, kemudian masuk dan booking satu ruangan untuk berkaraoke selama beberapa jam disana, selama itu pula di dalam sudah ada minuman yang disiapkan dan dia diberikan minuman sehingga pusing dan seingatnya dia minta pulang. 

AP mengaku sudah mabuk selama perjalanan sampai di kantor sudah dalam dalam keadaan mabuk, kemudian oknum diduga pelaku  mengantarnya kedalam kantor, karena dia menempati satu ruangan khusus untuk dijadikan sebagai kamar tidurnya, namun saat pulang kunci kamarnya tidak ketemu sehingga dia tidur di di dapur dekat kamar mandi, dan tidak ingat apa-apa lagi sampai dia terbangun paginya, sudah di kamar dan pakaiannya sudah berganti. 

Dia heran dan bertanya pada orang yang dikenalnya dan dijelaskan bagaimana dia dia sampai ke kantor lalu bisa berada di kamarnya, yang dijawab bahwa diantar oleh oknum yang diduga pelaku yang bahkan sempat ngopi dan tidur di kantor tersebut. Beberapa hari setelah kejadian tersebut, oknum ER kembali ke Jakarta yakni untuk bekerja sebagai staf kampanye di kantor WALHI Nasional. 

"Sejak malam itu saya merasa tidak tenang hingga 4 bulan saya baru sadar tidak haid, stelah tes ternyata hasilnya positif dan mengalami ciri - ciri seorang wanita yang sedang hamil, sampai saya periksa ke dokter kandungan ternyata benar sedang hamil 4 bulan," katanya. 

Mengetahui itu, EP mengaku dia berusaha dengan berbagai cara untuk berkomunikasi dengan oknum tersebut, namun tidak berhasil, meminta pertanggungjawaban malahan dimintai menggugurkan dengan biaya  Rp 1,5 juta. Tapi uang tersebut tidak digunakan aborsi tetapi memutuskan melahirkan bayinya karena kandungan sudah berusia sekitar enam bulan, sampai melahirkan tidak ada tanggungjawab.

Hingga pada 6 Juni 2023, AP mengaku berani melayangkan surat keberatan kepada Walhi nasional, sayangnya sampai saat ini proses perlindungan terhadapnya maupun anaknya tidak ada. Bahkan ada delegasi Walhi nasional yang mendatanginya dan meminta klarifikasi dan investigasi jelas hanya berpatokan pada siapa dalang yang mengirimkan surat mengenai hal itu. 

AP mengatakan, surat itu baru direspon saat ini dan ada pertemuan di Papa Ong di megamas, namun dia mengaku kecewa karena tim tidak terbuka dan tak menunjukan surat pemberhentian dan tak menunjukan surat klarifiasi oknum pelaku di internal Walhi, bahkan masih aktif di jejaring organisasi lingkungan tersebut. 

"Saya menuntut dilakukan tes DNA untuk membuktikan apa kebenaran," katanya.  

Bahkan didampingi pengacaranya, siap melaporkan hal itu ke Polda Sulut, karena berbagai upaya yang dilakukan sebelumnya juga seperti melaporkan ke PPA namun dia hanya diberikan konseling, padahal menurutnya yang dituntutnya adalah pertanggungjawaban nyata.(Dims)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.